Siapa Yang Bertanggung Jawab Atas Sertifikat Ganda Atau Tumpang Tindih? Dan Kenapa Itu Bisa Terjadi?

Siapa Yang Bertanggung Jawab Atas Sertifikat Ganda Atau Tumpang Tindih? Dan Kenapa Itu Bisa Terjadi?

Sengketa tanah seringkali terjadi di Indonesia. Saling klaim dari orang-orang pemilik lahan tidak jarang menjadi konflik yang seolah tiada ujung. Semua merasa memiliki, karena memang sama-sama memiliki sertifikat dari tanah yang diperebutkan. Pada akhirnya, pengadilan yang harus menyelesaikan sengketa tersebut. Bagaimana hal ini bisa terjadi? Siapakah pihak yang seharusnya bertanggung jawab untuk sertifikat ganda seperti ini? Berikut ulasannya.

Peraturan Terkait Hak Atas Tanah

Dasar dari peraturan terkait hak atas tanah mengacu pada Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar Tahun 1945. Pasal tersebut kemudian di jabarkan dalam Undang-undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960. UU Nomor 5 Tahun 1960 itu menjadi landasan hukum kepemilikan dan penguasaan tanah oleh perseorangan, maupun lembaga untuk memenuhi kepentingannya. Hak individu/perseorangan atas sebidang tanah diatur pada pasal 1 ayat (1) serta pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang-undang Pokok Agraria.

Jika Anda ingin memperoleh hak tanah, Anda harus tahu dulu status tanah tersebut, apakah merupakan Tanah Negara atau Tanah Hak. Apabila status tanah merupakan Tanah Negara, maka Anda harus mengajukan permohonan hak untuk memperolehnya. Namun apabila tanahnya merupakan tanah hak, maka digunakan cara melalui pemindahan hak, baik itu jual-beli, hibah, atau cara lain.

Jangan lupa juga untuk mendaftarkan setiap hak atas tanah yang diperoleh di Kantor Badan Pertanahan yang ada di setiap Kabupaten/Kotamadya.

Sebenarnya dalam UU Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 tidak pernah disebutkan sertifikat tanah. Melainkan hanya dijumpai kalimat “surat tanda bukti hak” dalam pasal 19 ayat (2) huruf c. Kalimat tersebut kemudian ditafsirkan sebagai sertifikat tanah.

Sertifikat ini memiliki kedudukan penting, karena bagi pemilik tanah, sertifikat merupakan pegangan dalam pembuktian hak tanahnya. Apabila terjadi sengketa atas tanah tersebut, maka sertifikat tersebut menjadi bukti kepemilikan tanah. Orang yang namanya tercantum dalam sertifikat tanah berarti telah terdaftar di badan resmi yang sah. Kepemilikan tanah tersebut dilindungi oleh undang-undang.

Permasalahan dalam Hak Tanah

Meski sertifikat tanah dapat dijadikan sebagai bukti kepemilikan, namun tidak jarang berbagai masalah yang terkait tanah ini terjadi di masyarakat. Salah satunya adalah masalah sertifikat ganda atau disebut tumpang tindih areal dalam dua sertifikat hak milik. Contoh kasus ini terjadi di Banda Aceh. Persengketaan antara seorang pengusaha bernama Rusli Usman, dengan Kepala Kantor Pertanahan Kota Langsa.

Hal-hal yang dapat menyebabkan permasalahan sertifikat ganda adalah sebagai berikut.

  1. Transparansi informasi terkait kepemilikan tanah sangat kurang.
  2. Nilai ekonomis tanah dijadikan sebagai simbol eksistensi sosial, sehingga sering digunakan segala cara untuk mempertahankannya.
  3. Lemahnya regulasi.
  4. Adanya tumpang tindih keputusan-keputusan terkait kepemilikan hak atas tanah.
  5. Permasalahan land reform yang belum bisa terpecahkan.
  6. Tafsiran yang salah di masyarakat dalam mengartikan tanah adat dan tanah bukan milik adat atau tanah negara.
  7. Ketidakjujuran aparat desa maupun pemohon ketika memberikan informasi kepada BPN.
  8. Adanya bencana alam yang menyebabkan rusaknya sertifikat tanah maupun bergesernya tanah setelah bencana.
  9. Pendataan yang belum terkomputerisasi sehingga tidak rapi.
  10. Kesalahan pengukuran tanah dari petugas pengukuran.

Permasalahan tumpang tindih kepemilikan tanah ini tidak bisa dipandang sebelah sebelah mata, karena bisa mengakibatkan permasalahan lain yang sifatnya multidimensi. Sertifikat ganda ini dapat membuka peluang pelanggaran lain, seperti sertifikat palsu maupun penyalahgunaan sertifikat.

Jalan Keluar Masalah Tersebut

Undang-Undang Nomor 10 tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional menyatakan, “BPN melaksanakan tugas di bidang pertanahan secara nasional regional dan sektoral”. Ini berarti BPN merupakan satu-satunya lembaga yang diberikan wewenang untuk mengemban tugas dalam mengelola pertanahan. Bahkan pemerintah juga telah membentuk Deputi khusus di BPN, yakni Deputi V untuk menyelesaikan sengketa terkait pertanahan.

Pada kasus sengketa sertifikat ganda, BPN memiliki wewenang untuk bernegosiasi, mediasi dan memfasilitasi semua pihak-pihak yang bersengketa. Hal itu dilakukan tentunya untuk mencapai kesepakatan antara semua pihak.

Jadi jika Anda mengalami permasalahan tumpang tindih kepemilikan tanah, maka cepatlah melapor kepada kantor wilayah BPN setempat. Namun yang perlu diketahui, kantor wilayah BPN setempat hanya dapat menangani sampai putusan untuk menyelesaikan masalah. Tindak lanjut administrasi dari tanah tersebut tetap harus Anda lakukan melalui BPN Pusat.

Saat tengah menyelesaikan masalah pertanahan, ada mekanisme tertentu yang dilakukan BPN, antara lain:

  1. BPN menerima pengaduan dari pihak-pihak yang bersengketa.
  2. Penindaklanjutan pengaduan dengan melakukan identifikasikan masalah.
  3. Selanjutnya BPN akan melakukan penelitian terhadap masalah untuk membuktikan kebenaran pengaduan. Penelitian ini sekaligus menentukan apakah pengaduan dapat diproses lebih lanjut.
  4. Jika hasilnya menunjukkan bahwa sengketa perlu ditindaklanjuti, dilakukan pemeriksaan data fisik administrasi serta yuridis. Kepala kantor BPN juga dapat mengambil langkah status quo.
  5. Jika masalah itu sifatnya strategis, BPN akan membentuk beberapa unit kerja.
  6. Tim dari BPN akan menyusun laporan hasil penelitian sebagai bahan rekomendasi penyelesaian masalah.

Tidak selalu melalui BPN, permasalahan tumpang tindih kepemilikian tanah umunya diselesaikan melalui 3 cara berikut.

  1. Musyawarah untuk mencapai mufakat. Sesuai dengan amanat dari UUD 1945. Musyawarah ini tentunya dilakukan di luar pengadilan, dan dengan/tanpa mediator. Syarat penyelesaian sengketa dengan cara ini adalah sengketa tersebut bukan berupa penentuan atas kepemilikan tanah. Syarat lainnya, pihak-pihak yang bersengketa memiliki kekebaratan yang erat dan masih menjunjung hukum adat setempat.
  2. Arbitrase dan alternatif lain penyelesaian sengketa. Arbitrase merupakan penyelesaian perkara oleh satu atau beberapa arbiter (hakim). Hakim tersebut diangkat berdasarkan kesepakatan/persetujuan dari pihak yang bersengketa. Putusan yang diambil bersifat mengikat, final, serta dibuat dalam bentuk tertulis yang disetujui semua pihak.
  3. Penyelesaian sengketa tanah terkait kepemilikan diserahkan ke peradilan umum. Sedangkan sengketa terkait tanah wakaf diajukan ke Peradilan Agama.

Sekian ulasan mengenai persengketaan sertifikat ganda atas kepemilikan tanah dan penyelesaiannya. Semoga bermanfaat bagi Anda!

Share this Post:
Posted by dony ardiansyah
Image