Bagaimana Kebijakan Bank Indonesia Terhadap KPR?
Meningkatnya gairah masyarakat dalam sektor properti dan kepemilikan rumah hunian membuat para pemegang kebijakan juga ikut melihat arus ini dari segi positif. Bahkan Bank Indonesia mencoba memberikan kebijakan baru dan mengikut perkembangan industri properti yang ada di Indonesia beberapa tahun belakangan ini. Memang di masyarakat muncul anggapan bahwa properti merupakan aset yang nilainya terus naik tiap tahunnya dan bisa dijadikan lahan pemasukan pasif untuk sebagian orang. Lalu seperti apa tanggapan dan kebijakan Bank Indonesia terhadap KPR ini? Anda perlu tahu sebelum mempersiapkan diri terjun di dalamnya.
Ternyata Bank Indonesia telah membuat sebuah kebijakan makroprudensia dengan relaksasi yang dinamai loan to value ratio (LTV) kredit properti. Hal ini diharapkan mampu untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatian aspek kehati-hatian dan perlindungan konsumen. Mulai 1 Agustus 2018, kebijakan untuk sektor properti ini mulai diberlakukan dengan menekankan pada 3 aspek kebijakan yaitu:
- Pelonggaran rasio LTV dilakukan untuk kredit properti dan rasio financing to value untuk pembiayaan properti
- Pelonggaran jumlah fasilitas kredit atau pembiayaan melalui mekanisme inden.
- Penyesuaian pengaturan tahapan dan besaran pencairan kredit atau pembiayaan.
Dengan ditetapkannya kebijakan ini maka diharpakan sektor properti akan terus digenjot dan didukung kinerjanya. Saat ini potensi akselerasi dan dampak pengganda memang terlihat cukup besar terhadap perekonomian nasional sehingga kebijakan makroprudensial ini mampu memperkuat kebijakan sebelumnya yang menitikberatkan pada Rasio Intermediasi Markoprudensial (RIM) dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM). Nantinya kebijakan baru ini bertujuan untuk mendorong fungsi intermediasi perbankan serta memperkuat manajemen likuiditas perbankan di Indonesia.
Sebagai bagian dari formulasi kerangka operasional kebijakan moneter, nantinya kebijakan makroprudensial ini akan bersinergi dengan kebijakan Giro Wajib Minimum untuk meningkatkan fleksibilitas pengelolaan likuiditas perbankan dan mendorong fungsi intermediasi perbankan yang mendukung upaya pendalaman pasar keuangan.
Kebijakan yang diambil oleh Bank Indonesia ini pastinya akan berdampak pada perekonomian Indonesia secara menyeluruh. Namun untuk menekan laju inflasi maka ada beberapa dampak yang berimbas langsung dengan kebijakan ini terkait dengan KPR di Indonesia. Kebijakan suku bunga yang turun dari 4,5% menjadi 4,25% pada September 2017 lalu diambil untuk menjaga kestabilan makro ekonomi dan mempercepat laju ekonomi Indonesia Ini juga berdampak pada keberlangsungan sektor layanan keuangan seperti KPR dan KKB. Ini membuat masyrakat tidak lagi tertarik untuk berinvestiasi pada program KPR dan KKB dan menggantinya dengan layanan deposito. Selain itu perubahan suku bunga bisa mempengaruhi nilai sebuah rumah sehingga pada akhirnya masyarakat jadi enggan untuk berinvestasi KPR. Dampaknya jelas menurunkan minat masyarakat terhadap pembelian properti dengan cara KPR karena akan mempengaruhi penawaran, permintaan, modal, dan juga penghasilan para investor.
Memang untuk masyarakat luas yang ingin membeli properti dengan cara KPR tidak terlalu memperhitungkan masalah ini. Tapi jika dikaji dari kebijakan-kebijakan Bank Indonesia ini, tentu akan menurunkan daya minat masyarakat untuk membeli hunian dengan cara KPR. Ditambah lagi dengan perhitungan kebijakan suku bunga yang terdampak pada setiap elemen perekonomian Indonesia, akan membuat laju perkembangan properti juga akan ikut lesu.
Itu dia penjelasan singkat tentang bagaimana kebijakan Bank Indonesia terkait KPR di Indonesia. Kebijakan ini tentu akan membuat para pelaku investasi dan pengembang properti mengatur strategi baru untuk terus menumbuhkan semangat laju ekonomi yang lebih positif terhadap industri properti di Indonesia.